LEMBARAN DAERAH
NOMOR 6 TAHUN 2007
PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU
NOMOR 6 TAHUN 2007
T E N T A N G
PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALULINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALULINTAS DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA BAU-BAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BAU-BAU,
Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran Lalulintas di Jalan diatur ketentuan mengenai marka jalan, rambu Lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas di jalan dalam Wilayah Kota Bau-Bau.
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah ;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 83 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186);
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
3. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Bau-Bau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4120);
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indoneia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548 );
5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389 );
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Sebagian Urusan Pemerintahan Dibidang Lalulintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3410 );
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Peraturan dan Lalulintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529 );
8. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM. 60 Tahun 1993 tentang Marka Jalan ;
9. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor. 61 Tahun 1993 tentang Rambu-rambu Lalulintas di jalan ;
10. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor. 62 Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalulintas ;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BAU-BAU
dan
WALIKOTA BAU-BAU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALULINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALULINTAS DI JALAN DALAM WILAYAH KOTA BAU-BAU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kota Bau-Bau.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bau-Bau.
3. Walikota adalah Walikota Bau-Bau.
4. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau.
5. Kepala Dinas Perhubungan adalah Kepala Dinas Perhubungan Kota Bau-Bau.
6. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan jalan yang meliputi peralatan atau benda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong dan lambang lainnya yang berfungsi untuk meningkatkan arus lalulintas dan membatasi Daerah kepentingan lalulintas.
7. Marka membujur adalah tanda yang sejajar dengan rambu jalan.
8. Marka melintang adalah tanda tegak lurus terhadap sumbu jalan.
9. Marka serong adalah tanda yang membentuk garis untuk yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur dan marka melintang untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalulintas Kendaraan.
10. Marka lambang adalah tanda yang mengandung arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan larangan untuk melengkapi dan menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu atau tanda lalulintas kendaraan.
11. Rambu-rambu lalulintas dijalan yang selanjutnya disebut rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang huruf, angka, kalimat dan atau perpaduan diantaranya sebagai larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan.
12. Penempatan rambu adalah kegiatan menentukan titik lokasi untuk memasang rambu sebagai suatu hasil rekayasa lalulintas.
13. Pemasangan rambu adalah kegiatan memasang rambu pada titik penempatan sebagai hasil rekayasa lalulintas.
14. Rambu peringatan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan peringatan bahaya atau tempat berbahaya pada jalan didepan pemakai jalan.
15. Rambu larangan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan.
16. Rambu perintah adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan.
17. Rambu penunjuk adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan penunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan.
18. Papan tambahan adalah papan yang dipasang dibawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu.
19. Alat pemberi isyarat lalulintas adalah perangkat peralatan tehnis yang menggunakan lampu untuk mengatur lalulintas orang dan/atau kendaraan dipersimpangan pada ruas jalan.
BAB II
KETENTUAN BERLAKUNYA MARKA JALAN, RAMBU LALULINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS
Pasal 2
(1) Marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas yang ditempatkan dijalan berlaku pada jalan umum.
(2) Marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas yang dimaksud bagi lalulintas sesuai dengan arah yang bersangkutan.
(3) Ketentuan Wilayah dan atau batas berlakunya rambu sebagaimana dimaksud ayat (2) pada pasal ini, sebagai berikut :
a. Rambu yang ditempatkan menghadap kearah jalan berlaku dalam batas Wilayah 10 (sepuluh) meter kearah kiri dan kanan dari lokasi tempat rambu tersebut ditempatkan dengan papan tambahan ;
b. Rambu yang ditempatkan pada awal bagian jalan, berlaku untuk sepanjang jalan tersebut, sampai pada batas rambu berikutnya dan atau pada persimpangan jalan yang memotong jalan tersebut, kecuali apabila ditetapkan lain.
BAB III
PENYELENGGARAAN MARKA JALAN, RAMBU LALULINTAS
DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALULINTAS
Pasal 3
(1) Rekayasa lalulintas yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini meliputi Perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan marka jalan, rambu dan alat pemberi isyarat lalulintas.
(2) Pelaksanaan rekayasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan .
(3) Rekayasa lalulintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dilakukan untuk :
a. Jalan Daerah Dalam Wilayah Kota Bau-Bau ;
b. Jalan Propinsi yang berada dalam Daerah, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara.
Pasal 4
Untuk rekayasa lalulintas jalan Walikota memberikan kewenangan kepada Dinas Perhubungan berkoordinasi dengan Instansi terkait.
Pasal 5
(1) Dinas Perhubungan melaksanakan pembinaan teknis dan pengawasan atas penyelenggaraan marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas.
(2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi :
a. Penentuan persyaratan teknis marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas ;
b. Penentuan petunjuk teknis mencakup pedoman, prosedur dan atau tata cara penyelenggaraan marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas ;
c. Pemberian bimbingan teknis dimaksud dalam rangka peningkatan kemampuan dan ketrampilan teknis pada penyelenggara marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas.
(3) Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas ;
b. Kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraaan marka jalan rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas.
BAB IV
PENGATURAN MARKA JALAN, JENIS, WARNA
DAN FUNGSI MARKA JALAN
Bagian Pertama
Jenis Marka Jalan
Pasal 6
(1) Marka jalan sesuai dengan fungsimya dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) jenis :
a. Marka membujur ;
b. Marka melintang ;
c. Marka serong ;
d. Marka lambang ;
e. Marka lainnya.
(2) Marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) pada dasarnya berwarna putih.
Bagian Kedua
Marka Membujur
Pasal 7
(1) Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai larangan bagi kendaraan melintasi garis tersebut.
(2) Pada bagian ruas jalan tertentu yang menurut pertimbangan tehnis dan atau keselamatan lalulintas, dapat digunakan garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus atau garis ganda yang terdiri dari garis utuh.
(3) Marka membujur berupa garis utuh dipergunakan juga untuk menandakan garis tepi jalur lalulintas.
(4) Untuk pengaturan lalulintas dalam keadaan darurat atau sementara waktu dapat digunakan alat pemisah lajur yang berfungsi sebagai marka jalan.
Pasal 8
Marka membujur berupa garis putus-putus berfungsi sebagai :
a. Mengarahkan lalulintas ;
b. Memperingatkan akan ada pmarka membujur berupa garis utuh didepan ;
c. Pembatas jalur pada jalan dua arah.
Pasal 9
Apabila Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus maka :
a. Lalulintas yang berada pada sisi garis putus-putus dapat melintasi garis ganda tersebut;
b. Lalulintas yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis ganda tersebut.
Bagian Ketiga
Marka Melintang
Pasal 10
Marka melintang berupa garis utuh untuk menyatakan batas berhenti kendaraan yang diwajibkan oleh alat pemberi isyarat lalulintas atau rambu larangan.
Pasal 11
(1) Marka melintang berupa garis ganda putus-putus menyatakan batas berhenti kendaraan sewaktu mendahului kendaraan lain, yang diwajibkan oleh rambu larangan;
(2) Marka melintang apabila tidak dilengkapi dengan rambu larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus didahului dengan marka lambang berupa segitiga yang salah satu alasnya sejajar dengan marka melintang tersebut.
Bagian Keempat
Marka Serong
Pasal 12
(1) Marka serong berupa garis utuh dilarang dilintasi kendaraan.
(2) Marka serong untuk menyatakan pemberitahuan awal atau akhir pemisah jalan pengarah lalulintas.
(3) Marka serong dibatasi dengan rangka, digunakan untuk menyatakan :
a. Daerah yang tidak boleh dimasuki oleh kendaraan ;
b. Pemberitahuan awal sudah mendekat pusat lalulintas.
(4) Marka serong yang dibatasi dengan garis putus-putus digunakan untuk menyatakan kendaraan tidak boleh memasuki daerah tersebut sampai mendapat kepastian selamat.
Pasal 13
Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Daerah ini, tidak berlaku bagi petugas yang sedang mengatur lalulintas dan petugas tertentu sesuai dengan wewenang yang dimiliki.
Bagian Kelima
Marka Lambang
Pasal 14
Marka lambang panah, segitiga atau tulisan, digunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu lalulintas atau untuk memberitahukan pemakai jalan yang tidak dinyatakan dengan rambu lalulintas.
Pasal 15
(1) Daerah tepi jalan dengan marka berupa garis berbiku-biku berwarna kuning pada sisi jalur lalulintas menyatakan dilarang parkir pada jalan tersebut.
(2) Marka berupa garis utuh berwarna kuning pada bingkai jalan, menyatakan dilarang berhenti pada daerah tersebut.
(3) Marka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diganti dengan marka membujur berupa garis putus-putus berwarna kuning diluar tepi jalur lalulintas.
Bagian Keenam
Marka Lainnya
Pasal 16
Marka untuk penyeberangan pejalan kaki dinyatakan dengan :
a. Zebra Cross yaitu berupa garis utuh, yang membujur, tersusun melintang jalur lalulintas ;
b. Marka berupa 2 (dua) garis utuh melintang jalur lalulintas.
Pasal 17
Untuk menyatakan tempat penyeberangan sepeda digunakan 2 (dua) garis putus-putus berbentuk bujur sangkar atau belah ketupat.
Pasal 18
(1) Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna kuning dipergunakan untuk pemisah jalur lalulintas
(2) Paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna merah ditempatkan pada garis batas disisi jalan
(3) Paku jalan dengan pemantul berwarna putih ditempatkan pada garis batas kanan jalan.
Pasal 19
Penempatan, jenis dan bentuk marka jalan sebagaimana dimaksud pada peraturan daerah ini, tercantum dalam lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
BAB V
PENGATURAN RAMBU LALULINTAS DI JALAN
Bagian pertama
JENIS DAN FUNGSI RAMBU
Paragraf Pertama
Jenis Rambu
Pasal 20
Rambu sesuai dengan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenis :
a. Rambu peringatan;
b. Rambu Larangan;
c. Rambu Perintah; dan
d. Rambu Petunjuk.
Pasal 21
(1) Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya dibagian jalan didepannya.
(2) Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak tertentu sebelum tempat berbahaya dengan memperhatikan kondisi lalulintas, cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis, geometris, permukaan jalan dan kecepatan rencana jalan.
(3) Rambu peringatan dapat dilengkapi dengan papan tambahan.
(4) Jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan berbahaya dapat dinyatakan dengan papan tambahan apabila, jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang berbahaya tersebut tidak dapat diduga oleh pemakai jalan dan tidak sesuai dengan keadaan biasa.
(5) Rambu peringatan dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara rambu dengan awal bagian jalan yang berbahaya dinyatakan dengan papan tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini.
(6) Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambing atau tulisan berwarna hitam.
Pasal 22
(1) Bentuk rambu peringatan adalah bujur sangkar sebagaimana tercantum dalam lampiran II tabel I No. 1a sampai dengan No. 1h dan No.2a sampai dengan No.23 Peraturan Daerah ini.
(2) Bentuk rambu peringatan adalah empat persegi panjang sebagaimana tercantum dalam lampiran II tabel I No. 1 l, 1 j, 24 a, 24 b, 24 c dan No. 25 Peraturan Daerah ini.
(3) Semua rambu peringatan titik sudutnya dibulatkan.
(4) Ukuran rambu peringatan sebagaimana tercantum dalam lampiran II tabel II Peraturan Daerah ini.
Pasal 23
(1) Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan.
(2) Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin dengan titik larangan dimulai.
(3) Rambu larangan dapat dilengkapi dengan papan tambahan.
(4) Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk lain pada jarak yang layak sebelum titik larangan dimulai.
(5) Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisannya berwarna hitam atau merah.
(6) Bentuk, lambang, warna dan arti rambu larangan sebagaimana tercantum dalam lampiran III tabel I Peraturan Daerah ini.
Pasal 24
(1) Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan.
(2) Rambu perintah wajib ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban dimulai.
(3) Rambu perintah dapat dilengkapi dengan papan tambahan.
(4) Untuk memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk lain pada jarak yang layak sebelum titik kewajiban dimulai.
(5) Warna dasar rambu perintah berwarna biru, dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah.
(6) Bentuk, lambang, warna dan arti rambu perintah sebagaimana tercantum dalam lampiran IV tabel I Peraturan Daerah ini.
(7) Ukuran rambu perintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV tabel II Peraturan Daerah ini.
Pasal 25
(1) Rambu petunjuk digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota tempat, pengaturan fasilitas, dan lain-lain bagi pemakai jalan.
(2) Rambu petunjuk ditempatkan sedemikian rupa sehingga mempunyai daya guna sebesar-besarnya dengan memperhatikan keadaan jalan dan kondisi lalulintas.
(3) Untuk menyatakan jarak dapat digunakan papan tambahan atau dicantumkan pada rambu itu sendiri.
(4) Rambu petunjuk dapat diulangi dengan ketentuan jarak antara rambu dan obyek yang dinyatakan pada rambu tersebut dapat dinyatakan dengan papan tambahan.
(5) Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata-kata serta tempat khusus dinyatakan dengan warna dasar khusus.
(6) Rambu petunjuk pendahulu jurusan, rambu petunjuk jurusan dan rambu penegasan jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain kota, daerah / wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang atau tulisan warna putih.
(7) Khusus rambu petunjuk jurusan kawasan dan obyek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan atau tulisan warna putih.
(8) Bentuk, lambang, warna dan arti rambu petunjuk sebagaimana tercantum dalam lampiran IV tabel I Peraturan Daerah ini.
(9) Ukuran rambu petunjuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran V tabel II Peraturan Daerah ini.
Paragraf Kedua
Papan Tambahan
Pasal 26
(1) Papan tambahan digunakan untuk memuat keterangan yang diperlukan untuk menyatakan hanya berlaku pada waktu-waktu tertentu, jarak dan jenis kendaraan tertentu ataupun perihal lainnya sebagai hasil manajemen dan rekayasa lalulintas.
(2) Papan tambahan menggunakan warna dasar putih dengan tulisan dan bingkai warna hitam.
(3) Papan tambahan tidak boleh menyatakan suatu keterangan yang tidak berkaitan dengan rambunya sendiri.
Paragraf Ketiga
Rambu Sementara
Pasal 27
(1) Rambu sementara adalah rambu lalulintas yang tidak dipasang secara tetap dan digunakan dalam keadaan dan kegiatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai bentuk lambang, warna dan arti rambu sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini berlaku pula untuk rambu sementara.
(3) Untuk kemudahan penggunaan rambu sementara dapat dibuat dalam bentuk ”portable” dan atau ”variabel”.
Paragraf Keempat
[
Rambu Berupa Kata-Kata
Pasal 28
(1) Larangan dan perintah yang tidak dapat dinyatakan dengan lambang dapat dinyatakan dengan kata-kata.
(2) Rambu dengan menggunakan kata-kata harus mudah dibaca singkat dan mudah dimengerti.
(3) Untuk daerah-daerah tertentu bila perlu dapat menggunakan dua bahasa : bahasa Indonesia dan bahasa asing di bawah.
Bagian Kedua
PENEMPATAN RAMBU
Paragraf Pertama
Jarak Penempatan Rambu
Pasal 29
(1) Rambu ditempatkan disebelah kiri menurut arah lalulintas, di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalulintas kendaraan dan tidak merintangi lalulintas kendaraan atau pejalan kaki.
(2) Penempatan rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mudah dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan.
(3) Dalam keadaan tertentu dengan mempertimbangkan lokasi dan kondisi lalulintas, rambu dapat ditempatkan disebelah kanan atau diatas daerah manfaat jalan.
Pasal 30
(1) Jarak penempatan antara rambu yang terdekat dengan bagian tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalulintas kendaraan minimal 0,60 meter.
(2) Penempatan rambu disebelah kanan jalan atau diatas daerah manfaat jalan harus mempertimbangkan faktor-faktor antara lain geografis, geometris jalan, kondisi lalulintas, jarak pandang dan kecepatan rencana.
(3) Rambu yang dipasang pemisah jalan (median) ditempatkan pada jarak 0,30 meter dari bagian tepi paling luar pemisah jalan.
Paragraf Kedua
Ketinggian Penempatan Rambu
Pasal 31
(1) Penempatan ketinggian rambu pada sisi jalan minimum 1,75 meter dan maximum 2,65 meter diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah, atau papan tambahan bagian bawah, apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan.
(2) Ketinggian penempatan rambu dilokasi fasilitas pejalan kaki minimum 2,00 meter dan maximum 2,65 meter diukur dari permukaan fasilitas pejalan kaki sampai dengan sisi daun rambu, apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan.
(3) Ketinggian penempatan rambu diatas daerah manfaat jalan minimum 5,00 meter diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah.
Paragraf Ketiga
Penempatan Rambu Peringatan
Pasal 32
(1) Rambu peringatan sebagaimana tercantum dalam lampiran II peraturan daerah ini ditempatkan pada sisi jalan sebelum tempat atau bagian jalan yang berbahaya dengan jarak minimum 50 (lima puluh) meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 60 (enam puluh) km per jam atau kurang.
(2) Apabila diperlukan penegasan atau pengulangan, rambu peringatan dilengkapi dengan papan tambahan, kecuali rambu peringatan ” Pengarah tikungan ke kanan dan Pengarah tikungan ke kiri”.
(3) Rambu ” Pengarah tikungan ke kanan dan Pengarah tikungan ke kiri” ditempatkan pada sisi sebelah luar bahu jalan atau lalulintas, dimulai pada awal tikungan sampai dengan akhir tikungan, jarak antara masing-masing rambu sesuai dengan kebutuhan.
(4) Untuk rambu peringatan ”Persilangan datar dengan lintasan jarak”, penempatannya diukur dari perlintasan yang terdekat serta dapat dilengkapi dengan rambu peringatan berupa rambu tambahan yang menyatakan jarak 450 meter, rambu tambahan menyatakan yang jarak 300 meter dan rambu tambahan yang menyatakan 150 meter.
Paragraf Keempat
Penempatan Rambu Larangan
Pasal 33
(1) Rambu larangan sebagaimana tercantum dalam lampiran III Peraturan Daerah ini ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian jalan dimulainya rambu larangan.
(2) Rambu larangan ”Larangan berhenti dan Larangan parkir” sampai dengan jarak 10 (sepuluh) meter dari tempat pemasangan rambu menurut arah lalulintas, kecuali dinyatakan lain dengan papan tambahan, ditempatkan pada sisi jalan awal, bagian jalan dimulainya rambu larangan.
(3) Rambu larangan ”Batas akhir kecepatan maximum 40 km per jam” batas akhir larangan mendahului kendaraan lain dan batas akhir semua larangan setempat terhadap kendaraan bergerak, ditempatkan pada sisi jalan pada akhir bagian jalan.
(4) Rambu larangan ”Berhenti dan Larangan parkir” yang ditempatkan secara berulang dengan jarak lebih dari 10 (sepuluh) meter dilengkapi dengan papan tambahan yang menyatakan jarak tertentu.
Paragraf Kelima
Penempatan Rambu Perintah
Pasal 34
(1) Rambu perintah sebagaimana tercantum dalam lampiran IV Peraturan Daerah ini ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian jalan dimulainya perintah;
(2) Rambu perintah ”Wajib untuk pejalan kaki” ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian jalan dimulainya perintah.
(3) Rambu perintah ”Wajib mengikuti arah kekiri dan Wajib mengikuti arah kekanan” ditempatkan pada sisi seberang jalan dari arah lalulintas.
(4) Rambu perintah ”Wajib mengikuti arah yang ditunjuk, Wajib berjalan lurus kedepan, Wajib mengikuti arah yang ditentukan pada bundaran dan wajib mengikuti salah satu arah yang ditunjuk”, ditempatkan pada sisi jalan sesuai perintah yang diberikan oleh rambu tersebut.
(5) Rambu perintah ”Lajur atau bagian jalan yang wajib dilewati dan wajib melewati salah satu lajur yang ditunjuk” ditempatkan disisi jalan pada bagian awal lajur atau bagian jalan yang wajib dilewati.
(6) Rambu perintah ”batas akhir kecepatan minimum yang diwajibkan”, ditempatkan disisi jalan pada awal berlakunya rambu perintah.
Paragraf Keenam
Penempatan Rambu Petunjuk
Pasal 35
(1) Rambu petunjuk sebagaimana tercantum dalam lampiran V Peraturan Daerah ini ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan, atau diatas daerah manfaat jalan, sebelum tempat atau lokasi yang ditunjuk.
(2) Rambu pendahulu petunjuk jurusan ditempatkan sedekat mungkin pada lokasi yang ditunjuk dengan jarak maximum 50 (lima puluh) meter.
(3) Rambu petunjuk jurusan dan penegasan ditempatkan sebelum lokasi yang ditunjuk dan jarak menuju lokasi dinyatakan dalam rambu tersebut.
(4) Rambu petunjuk masuk batas wilayah kota, penyebrangan orang, petunjuk lain-lain: arah kanan, arah kiri, arah lurus, tempat pemberhentian bus, tempat pemberhentian kendaraan dengan lintasan tetap, petunjuk prioritas dan petunjuk parkir, ditempatkan pada awal petunjuk tersebut dimulai.
(5) Rambu petunjuk keluar batas wilayah kota dan akhir lajur bus ditempatkan pada bagian jalan dan pada akhir berlakunya rambu yang bersangkutan.
(6) Rambu petunjuk berbalik arah, rambu awal lajur bus, petunjuk fasilitas (telpon, pompa bahan bakar, rumah makan, rumah sakit, bengkel dan yang sejenisnya), ditempatkan pada lokasi yang ditunjuk dan untuk petunjuk sebelum lokasi yang ditunjuk tersebut, dapat dipasang rambu yang sama dilengkapi dengan papan tambahan yang menyatakan jarak.
(7) Rambu petunjuk jalan buntu ditempatkan pada awal bagian jalan.
(8) Rambu petunjuk tempat pemberhentian bus yang dilengkapi dengan papan tambahan dengan tulisan ”Terminal”, dapat digunakan sebagai petunjuk awal lokasi terminal.
Paragraf Ketujuh
Penempatan Papan Tambahan
Pasal 36
(1) Papan tambahan ditempatkan dengan jarak 5(lima)centimeter sampai dengan 10 (sepuluh) centimeter dari sisi terbawah daun rambu, dengan ketentuan lebar papan tambahan secara vertikal tidak melebihi sisi daun rambu.
(2) Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang dan lebar adalah 1 (satu) berbanding 2 (dua).
(3) Pesan yang termuat dalam papan tambahan harus bersifat khusus, singkat, jelas dan mudah serta cepat dimengerti oleh pemakai jalan.
Paragraf Kedelapan
Penempatan Rambu Sementara
Pasal 37
(1) Rambu sementara dapat ditempatkan pada bagian jalan sebelum, dan sesudah lokasi ditempat keadaan darurat atau kegiatan tertentu dengan menggunakan rambu yang dapat dipindah-pindah dan atau isi pesannya dapat diubah-ubah.
(2) Rambu sementara yang ditempatkan pada lokasi sebagaimana pada ayat (1), berupa rambu perintah dan atau rambu larangan.
(3) Rambu sementara yang ditempatkan sesudah lokasi, menyatakan akhir berlakunya rambu tersebut.
(4) Rambu sementara dapat dilengkapi dengan papan tambahan sesuai kebutuhan.
Paragraf Kesembilan
Penempatan Rambu Yang Berpasangan
Pasal 38
(1) Rambu larangan ”berjalan terus, wajib berhenti sesaat, sebelum bagian jalan tertentu, dan meneruskan perjalanan, setelah mendahulukan kendaraan yang datang dari arah depan secara bersamaan, penempatannya harus disertai dengan rambu petunjuk, mendapat prioritas lalulintas dari arah depan”.
(2) Rambu perintah ” kecepatan minimum yang diwajibkan” harus diakhiri dengan rambu perintah ”batas akhir kecepatan minimum yang diwajibkan.
(3) Rambu larangan ”mendahului dan larangan, kecepatan kendaraan lebih dari 40 km perjam, penempatannya harus diakhiri dengan larangan , batas akhir kecepatan maksimum 40 km perjam dan batas akhir larangan mendahului kendaraan lain”.
Paragraf Kesepuluh
Penempatan Papan Nama Jalan
Pasal 39
(1) Papan nama jalan ditempatkan pada awal sisi ruas jalan.
(2) Untuk menyatakan nama jalan dipersimpangan tiga, tipe T, papan nama jalan ditempatkan diseberang jalan menghadap arus lalulintas datang.
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Pasal 40
Alat pemberi isyarat lalulintas diletakkan diatas permukaan jalan dan atau di sisi jalan dilengkapi dengan tiang besi dan lampu.
Pasal 41
Alat pemberi isyarat lalulintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 meliputi :
a. Lampu tiga warna;
b. Lampu dua warna;
c. Lampu satu warna.
Pasal 42
(1) Lampu tiga warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a terdiri warna merah, kuning, dan warna hijau.
(2) Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal dan horizontal.
(3) Apabila dipasang secara vertikal, menurut lampu dari atas kebawah dengan urutan warna merah, kuning dan hijau.
(4) Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri kekanan menurut arah arus lalulintas dengan urutan warna merah, kuning, hijau.
Pasal 43
(1) Lampu dua warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b terdiri dari warna merah dan hijau.
(2) Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal dan horizontal.
(3) Apabila dipasang secara vertikal, menurut lampu dari atas ke bawah dengan urutan warna merah, hijau.
(4) Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri kekanan menurut arah arus lalulintas dengan urutan merah, hijau.
Pasal 44
Lampu dua warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b dapat dilengkapi dengan lampu warna merah dan atau hijau yang memancarkan cahaya berupa tanda panah.
Pasal 45
(1) Lampu satu warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c berwarna kuning atau merah.
(2) Lampu satu warna dipasang dalam posisi vertikal dan horizontal.
Fungsi Alat Pemberi Isyarat Lalulintas
Pasal 46
Lampu tiga warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a menyala secara bergantian dan tidak berkedip dengan urutan sebagai berikut :
a. Lampu warna hijau menyala setelah warna merah padam mengisyaratkan kendaraan harus berjalan ;
b. Lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti atau sebelum alat pemberi isyarat lalulintas, bersiap untuk berhenti dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat berjalan ;
c. Lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam mengisyaratkan kendaraan harus berhenti, sebelum alat pemberi isyarat lainnya menyala.
Pasal 47
(1) Apabila lampu warna hijau yang memancarkan cahaya berupa tanda panah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 menyala, lalulintas yang akan menuju kearah yang ditunjuk oleh tanda panah tersebut, harus berjalan.
(2) Apabila lampu warna merah memancarkan cahaya berupa tanda panah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 menyala, lalulintas yang akan menuju kearah yang ditunjuk oleh tanda panah tersebut, harus berhenti.
Pasal 48
(1) Apabila lampu tiga warna mengalami kerusakan sehingga tidak berfungsi, secara otomatis lampu warna kuning menyala berkedip yang mengisyaratkan agar pemakai jalan berhati-hati.
(2) Dalam keadaan tertentu, dengan mempertimbangkan kelancaran dan keselamatan lalulintas, fungsi lampu tiga warna dapat diganti dengan lampu warna kuning yang menyala berkedip.
Pasal 49
(1) Lampu dua warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b menyala secara bergantian yang berfungsi :
a. Mengatur lalulintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki ;
b. Mengatur lalulintas kendaraan pada jalan tol atau tempat-tempat tertentu lainnya.
(2) Lampu dua warna yang berfungsi mengatur lalulintas pada tempat penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a dapat dilengkapi dengan syarat suara harus memiliki simbol :
a. Berbentuk orang berdiri untuk lampu berwarna merah yang apabila menyala mengisyaratkan agar pejalan kaki dilarang memasuki jalur lalulintas ;
b. Berbentuk orang berjalan, untuk lampu yang berwarna hijau yang apabila menyala mengisyaratkan pejalan kaki dapat menyeberang ;
c. Apabila lampu berwarna hijau sebagaimana dimaksud dalam huruf b menyala berkedip, mengisyaratkan pejalan kaki yang berada dijalur lalulintas harus segera mendekati seberang jalan, dan pejalan kaki yang belum berada pada jalur lalulintas dilarang memasuki jalur lalulintas.
Pasal 50
(1) Lampu satu warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c terdiri dari satu lampu yang berkedip atau dua lampu yang menyala secara bergantian;
(2) Lampu satu warna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalulintas mengisyaratkan pengemudi harus hati-hati.
Bentuk dan Ukuran
Pasal 51
Alat pemberi isyarat dalam bentuk lampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, berbentuk bulat dan garis tengah antara 20 centimeter sampai dengan 30 centimeter.
Pasal 52
Daya lampu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 antara 60 watt sampai dengan 100 watt.
Bagian Kedua
Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalulintas
Pasal 53
(1) Alat pemberi isyarat lalulintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalulintas menghadap arah lalulintas dan dapat diulang pada sisi kanan atau diatas jalur lalulintas.
(2) Alat pemberi isyarat lalulintas tempat penyeberangan pejalan kaki ditempatkan pada sisi kiri/dan atau kanan jalur lalulintas menghadap kearah pejalan kaki yang dilengkapi dengan permintaan untuk menyeberang.
Pasal 54
[[[
(1) Alat pemberi isyarat lalulintas yang ditempatkan pada persimpangan di sisi jalur lalulintas, tinggi lampu bagian yang paling bawah sekurang-kurangnya 2 meter.
(2) Apabila alat pemberi isyarat lalulintas ditempatkan diatas permukaan jalan, tinggi lampu bagian paling bawah jalan sekurang-kurangnya 5,50 meter dari permukaan jalan.
(3) Ketinggian pada lokasi penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dan ayat (2) harus mempertimbangkan :
a. Kondisi jalan dan lingkungan ;
b. Kondisi lalulintas ;
c. Aspek keselamatan, keamanan dan kelancaran lalulintas.
Pasal 55
Penempatan alat pemberi isyarat lalulintas sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 Peraturan Daerah ini harus memperhatikan kepadatan dan resiko kecelakaan yang akan terjadi pada ruas jalan.
BAB VI
KEKUATAN HUKUM MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS
DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS
Pasal 56
(1) Pengaturan lalulintas yang bersifat perintah dan atau larangan sebagai hasil manajemen lalulintas, dinyatakan dengan rambu lalulintas marka jalan dan alat pemberi isyarat lalulintas yang bersifat perintah dan atau larangan untuk pertama kalinya ditetapkan sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan letak, penambahan dan penghapusan rambu lalulintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalulintas sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan surat Keputusan Walikota.
Pasal 57
(1) Rambu lalulintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalulintas sebagaimana dimaksud pada Peraturan Daerah ini mempunyai kekuatan hukum setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemasangan.
(2) Tanggal pemasangan rambu lalulintas, marka jalan dan tanggal penyelesaian pemasangan alat pemberi isyarat lalulintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diumumkan kepada pemakai jalan oleh instansi yang berwenang menyelenggarakan rambu.
Pasal 58
(1) Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), digunakan untuk memberikan informasi pada pemakai jalan.
(2) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media massa, cetak atau media massa elektronik, atau media lain yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Pasal 59
Pencabutan rambu, penghapusan marka jalan dan pencabutan alat pemberi isyarat lalulintas harus di informasikan kepada pemakai jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1).
Pasal 60
Walikota memberikan kewenangan kepada Kepala Dinas Perhubungan dan instansi terkait untuk menyelenggarakan rambu, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalulintas.
Pasal 61
Dalam keadaan tertentu aparat keamanan dapat melakukan tindakan :
a. Memberhentikan arus lalulintas dan atau pemakai jalan tertentu ;
b. Memerintahkan pemakai jalan untuk jalan terus ;
c. Mempercepat arus lalulintas ;
d. Memperlambat arus lalulintas ;
e. Mengubah arus lalulintas.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 62
Pelanggaran marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan pasal 61 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.
BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 63
(1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana dapat pula dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari dan mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan Hukum tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah ;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah ;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah ;
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah ;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
j. Menghentikan penyidikan ;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 64
(1) Setiap orang dilarang :
a. Melakukan perbuatan yang dapat berakibat mengubah arti, merusak atau menghapus marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas;
b. Menempelkan sesuatu atau memasang sesuatu yang menyerupai arti yang tidak jelas;
c. Melakukan sesuatu perbuatan yang dapat berakibat merusak atau membuat tidak berfungsinya fasilitas pendukung.
(2) Penyelenggara wajib :
a. Menjamin agar marka jalan berfungsi sebagaimana ditetapkan ;
b. Menjaga dan memelihara kondisi rambu, agar dapat berfungsi sebagaimana ditetapkan ;
c. Menjaga dan memelihara kondisi alat pemberi isyarat lalulintas, agar dapat berfungsi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Penyelenggara wajib :
a. Menghapus marka jalan yang tidak berfungsi lagi;
b. Mencabut rambu yang tidak berfungsi lagi.
(4) Dinas Perhubungan wajib menjaga dan memelihara marka jalan, rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas sesuai dengan fungsinya.
(5) Dalam hal tertangkap tangan, Dinas Perhubungan dan instansi terkait dapat melakukan tindakan terhadap pelanggar.
Pasal 65
Untuk kegiatan pembangunan yang mengakibatkan rusak atau hilangnya marka jalan,rambu lalulintas dan alat pemberi isyarat lalulintas, badan hukum yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut wajib meminta ijin kepada Dinas Perhubungan, serta wajib membuat atau mengganti kembali marka jalan, rambu yang hilang / rusak dan alat pemberi isyarat lalulintas yang rusak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan yang mengatur tentang Pengaturan Marka Jalan, Rambu Lalu Lintas dan Alat Pemberi Isyarat LaluLintas yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota sepanjang mengenai pelaksanaannya sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Pasal 68
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bau-Bau.
| Ditetapkan di Bau-Bau pada tanggal, 1 Mei 2007 WALIKOTA BAU-BAU, ttd MZ. AMIRUL TAMIM |
Diundangkan di Bau-Bau pada tanggal, 1 Mei 2007 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA BAU-BAU, L. M. ARSYAD HIBALI | |
LEMBARAN DAERAH KOTA BAU-BAU TAHUN 2007 NOMOR 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KOTAK ADUAN KOMENTAR